Limapuluh Kota, http://sudutlimapuluhkota.com – Baruah Gunuang adalah sebuah nagari (daerah) yang terletak di Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota dan berbatasan langsung dengan daerah Bonjol Kabupaten Pasaman.
Kunjungi Website : Nagari Baruah Gunuang
Kalau ke daerah yang sering disebut dengan Bogor-nya Luak 50 ini, dari Payakumbuh mengarah ke mudiak, ke Suliki. Dari simpang tiga Tugu Suliki, belok kanan. Kalau ke kiri ke Pandam Gadang kampung Tan Malaka dan Koto Tinggi pusat PDRI. Jarak dari Payakumbuh ke Baruah Gunuang kurang lebih 42 kilometer.
Nagari dengan luas 16.788 m2 dengan jumlah penduduk sebanyak 4414 jiwa ini terletak pada 900-1000 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang hawanya sejuk dan dingin, berkisar 20-21 derajat Celcius.
“Karena suasananya itu dan kadang berkabut, saya menyebutnya “Nagari di Atas Awan”, ujar tokoh Lima Puluh Kota, sekaligus Koordinator LSM Komunitas Peduli Sumbar (KAPAS), Isa Kurniawan.
Mayoritas penduduknya adalah petani. Dari dulu daerah ini merupakan sentra perkebunan tembakau dan cengkeh. Di masa jayanya di tahun 60-70-an banyak penduduknya yang pergi haji ke Makkah dan menyekolahkan anaknya ke sekolah tinggi-tinggi berkat komoditi tembakau dan cengkeh itu. ‘Pokoknya masyarakat Baruah Gunuang waktu itu mendapat dan berkecukupanlah,” ujar Isa.
Jejak masa jaya itu ternyata sekarang masih ada. Walaupun tidak sebanyak dulu lagi, tapi komoditi tembakau dan cengkeh dari Baruah Gunuang masih ada. Bedanya sekarang diiringi dengan komoditi lain seperti kakao (cokelat), cabe dan jeruk. Saat ini petani lebih antusias menanam jeruk dan cabe dari pada ke sawah karena hasilnya tiga kali lipat dari ke sawah. Cabe dan jeruk tersebut banyak dikirim ke Bangkinang, Pekanbaru dan Jawa.
“Di tahun 80-90-an sewaktu saya masih sekolah SD dan SMP, ketika liburan selalu pulang kampung ke Baruah Gunuang. Saat itu angkutan umum sangat terbatas sekali karena jalannya sangat buruk. Berkubang lumpur. Mobil tangguh yang bisa lewat itu sebangsa Jeep Willis. Kemudian kalau untuk angkut barang pakai kuda beban. Sering kalau ke Baruah Gunuang saat itu dengan jalan kaki dari Suliki sejauh 17 kilometer,” ujar Isa mengenang masa sulit mencapai Baruah Gunuang.
Di Baruah Gunuang pada tahun 90-an ada juga komoditi teh, bahkan sempat diekspor ke luar negeri. Tetapi akibat terjadinya konflik internal di dalam perusahaan teh itu, akhirnya sampai sekarang tutup dan terlantar. Tapi kebun tehnya sampai sekarang masih ada. Harusnya ini menjadi perhatian bagi Pemkab Kabupaten Lima Puluh Kota agar perkebunan teh itu bisa kembali menggeliat.
“Bisa saja melalui BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari) yang mengelolanya, karena BUMNag menjadi tempat prioritas Dana Nagari atau Desa dari Presiden Jokowi lewat Kemendes PTT,” ujarnya.
Walaupun Nagari Baruah Gunuang terselip di antara bukit-bukit di Bukik Barisan, tetapi sekarang sudah agak maju. Listrik dan air PDAM serta Tower Jaringan Internet ( Telkomsel ) sudah menjangkau sampai ke pelosok bukit-bukit di 10 jorong yang ada yaitu :
– JORONG BARUAH GUNUANG I
– JORONG BARUAH GUNUANG II
– JORONG BANDA RAIK
– JORONG BIGAU
– JORON PAUAH
– JORONG TABEK GADANG
– JORONG PORONTIAN
– JORONG KUBU BARU
– JORONG PADANG TONGAH
– JORONG BUKIK KAMBUIK
“Malahan kondisinya, “nagari rasa kota”, ujar Isa tersenyum. Kalau dulu ibu-ibu di sini membordir pakai mesin jahit manual, sekarang sudah pakai mesin jahit listrik. Jalan malam pun tidak perlu lagi pakai pusung. Suasana di Baruah Gunuang sekarang sudah seperti di kota saja layaknya,” ujar Isa. (*)