Limapuluh Kota, http://sudutlimapuluhkota.com – Koto Alam adalah Nagari tertua di Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Bahkan sejarah Koto Alam telah dimulai lama sebelum zaman prasejarah. Bukti sejarah menunjukkan bahwa Koto Alam telah dihuni manusia sejak zaman batu. Di beberapa tempat di daerah Koto Lamo, yaitu tempat tinggal masyarakat Koto Alam pada zaman dahulu, ditemukan “Mejan” yakni batu nisan raksasa peninggalan manusia yang umurnya lebih tua dari Menhir.
Sampai penghujung abad ke-18 penghuni Koto Alam berdiam di koto-koto dan taratak yang jumlahnya lebih kurang sebanyak 12 Koto, yaitu:
1. Koto Sianok
2. Koto Intan
3. Koto Bukik
4. Koto Tuo
5. Koto Tarusan
6. Koto Luai
7. Koto Kociak
8. Koto Puncak Balai Buwuak
9. Koto Marapak
10. Koto Lamo
11. Koto Jajaran
12. Koto Ranah
Pada awal abad ke-19 Belanda datang mengkoordinir koto yang terpencar-pencar tersebut dan menyatukan dalam satu Nagari yang kemudian diberi nama Koto Alam. Dasar nama Koto Alam itu sendiri lahir dari mufakat 12 penghuni Koto tersebut, diambil dari nama seorang putri yang pernah tinggal di Puncak Balai Buwuak, yang bernama Puti Alam.
Nama-nama Kepala Desa Nagari Koto Alam :
– Lombiak (1850-1851)
– Ibrohim (1852-1896)
– Yunus Dt. Perpatih Nan Sabatang (1897-1940)
– Adnan Dt. Paduko Sinaro (1941-1946)
– M. Yusuf (1947-1948)
– Harun Dt. Paduko Indo (1948-1950)
– Hamid Dt. Paduko Tuan (1951-1954)
– M. Nur Dt. Majo Kayo (1955-1957)
– Martunus Dt. Paduko Rajo (1958-1978)
– M. Yunus (1978-1985)
– Abu Bakar Dt. Paduko Rajo (1986-…)
– Alinus (…)
– Afkar Dt. Padukak (1998-2000)
– Aidir Harun Dt. Paduko Rajo (2001-2016).
– H. Abdul Malik (2016 – sekarang)
Koto Alam terletak di Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, dengan luas wilayah 42,75 km2. Merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh garis khalulistiwa, dimana di Koto Alam terdapat sebuah Tugu Ekuator yang dibangun oleh Belanda/Jepang pada zaman penjajahan. Penjajah Jepang menamakan Koto Alam dengan Sakido Mura (kampung khatulistiwa).
Setiap tahunnya pada tanggal 21-23 Maret dan tanggal 21-23 September, khususnya pada tengah hari (-+pkl.12-13), di Koto Alam terjadi suatu fenomena alam, benda-benda di sekitar Tugu Khatulistiwa itu tidak akan memantulkan bayangan, karena terjadi peristiwa KULMINASI, yaitu matahari berada tepat di atas garis Khatulistiwa.
Bukit Gadih di Koto Alam (1330 mdpl) merupakan daerah tertinggi di Kecamatan Pangkalan Koto Baru.
Jarak Koto Alam dari Kota Payakumbuh adalah sekitar 27 km menuju arah Pekanbaru melewati Jalan Lintas Sumbar-Riau. Yaitu setelah Nagari Hulu Air. Tepatnya di sebuah lembah yang dikelilingi perbukitan disisi sebelah kiri jalan.
Sebelah utara berbatasan dengan Jorong Lubuk Jantan, Kenangarian Manggilang. Sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Hulu Air, kecamatan Harau. Sebelah barat dengan Maek dan sebelah timur dengan provinsi Riau.
Di Koto Alam terdapat empat buah Jorong (dusun). Yaitu: Jorong Simpang Tigo, Jorong Polong Duo, Jorong Koto Tongah, dan Jorong Koto Ronah. Masing-masing jorong dikepalai oleh Wali Jorong.
Di Jorong Simpang Tigo terdapat kantor Wali Nagari, sebuah Puskesmas, sebuah Masjid Raya, sebuah musholla TPA, sebuah surau suluk, sebuah pasar tradisional yang diadakan setiap Jum’at, sebuah sekolah dasar SDN 01 Koto Alam, dan sebuah TK.
Di Jorong Polong Duo terdapat Tugu Khatulistiwa berbentuk bola bumi, dimana pengendara jalan sering singgah disini, sebuah musholla TPA, dan sebuah musholla musafir. (*)