Limapuluh Kota, http://sudutlimapuluhkota.com — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lima Puluh Kota menegaskan komitmennya dalam melindungi hak-hak masyarakat adat, khususnya terkait kepemilikan tanah ulayat. Komitmen ini diwujudkan melalui kegiatan Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat yang digelar di Aula Kantor Bupati, Bukik Limau, Sarilamak, pada Rabu (21/05/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Reforma Agraria Rezka Oktoberia yang membuka acara secara resmi, didampingi Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ahlul Badrito Resha, unsur Forkopimda, jajaran OPD, tokoh adat, serta perwakilan masyarakat adat.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Ahlul Badrito Resha menyatakan bahwa tanah ulayat bukan sekadar aset fisik, melainkan mencerminkan identitas, sejarah, dan warisan budaya masyarakat adat.
“Tanah ulayat adalah identitas, ruang hidup, dan sumber penghidupan masyarakat adat. Ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi warisan yang harus dilindungi,” ujarnya.
Pemkab Lima Puluh Kota, kata Wakil Bupati Ahlul Badrito Resha, mendukung penuh upaya pengakuan dan legalitas tanah ulayat melalui berbagai langkah seperti penyusunan regulasi daerah, pemetaan partisipatif, dan fasilitasi administratif lintas sektor.
Staf Khusus Menteri ATR/BPN, Rezka Oktoberia, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal dalam proses pengakuan dan perlindungan tanah ulayat secara nasional. Proses tersebut mencakup inventarisasi, identifikasi, pengukuran, pencatatan, hingga pendaftaran resmi dalam daftar tanah ulayat nasional.
“Tanah ulayat adalah kekayaan sosial dan spiritual masyarakat adat. Kita tidak boleh membiarkannya hilang karena ketiadaan perlindungan hukum,” tegasnya.
Rezka menambahkan, penerbitan sertifikat tanah ulayat bukan berarti menanggalkan nilai-nilai adat, melainkan memperkuat posisi hukum masyarakat adat. Kepemilikan tetap dapat dicatat atas nama nagari, suku, atau kaum, sesuai dengan norma adat yang berlaku. Ia juga menekankan pentingnya partisipasi aktif seluruh elemen adat, termasuk ninik mamak, bundo kanduang, dan cadiak pandai.
Program ini, lanjutnya, tak hanya memberikan kepastian hukum dan mencegah konflik, tetapi juga menjaga tanah ulayat sebagai sumber penghidupan masyarakat adat secara berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar kerja administrasi, tapi kerja hati. Kita berjuang demi tanah pusako yang diwariskan dengan air mata dan darah, agar tetap menjadi tempat berpijak anak cucu di masa depan,” pungkasnya. (ABD/Kominfo)