Nasional, http://sudutlimapuluhkota.com – Berita tentang bunuh diri begitu banyak menghiasi pemberitaan berbagai media di Indonesia belakangan ini. Pekan lalu, ada seorang anak SD yang memilih mengakhiri hidupnya karena diduga kecewa Handphonenya disita oleh sang ibu. Sebelum itu, warga Sumatera Barat juga sempat heboh karena ada seorang mahasiswi yang mengakhiri hidupnya di sebuah penginapan di kota Padang.
Sepekan sebelumnya, seorang Mahasiswi Universitas Negeri Semarang tewas setelah melompat dari lantai empat sebuah pusat perbelanjaan. Kita tarik lagi satu pekan sebelumnya, seorang mahasiswi kedokteran ditemukan tewas di dalam mobilnya dan dicurigai telah melakukan aksi bunuh diri. Setidaknya itulah beberapa kasus bunuh diri yang cukup menyita perhatian di dunia maya, belum lagi kasus bunuh diri lainnya yang tidak terlalu mendapat sorotan.
Ternyata tidak hanya seorang pembunuh yang memandang enteng harga sebuah nyawa, namun orang yang diamanahkan nyawa juga memandang enteng kehidupan yang dititipkan oleh Yang Maha Kuasa kepadanya. Ironisnya, kebanyakan yang melakukan tindakan ini malah anak muda yang masih dalam proses belajar di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
Tindakan bunuh diri merupakan puncak dari berbagai permasalahan hidup yang dihadapi oleh para korban. Kita tentunya tidak tahu pasti sepahit apa kehidupan yang dilalui oleh para korban sehingga gelap mata untuk mengakhiri hidupnya. Berbicara soal kesulitan dan berbagai permasalahan dalam hidup, sudah ada milyaran manusia yang menginjakan kakinya di muka bumi sejak dahulu kala, dan pastinya mereka pernah mengalami kesulitan bahkan lebih dari yang kita rasakan. Sudah sepatutnya kita jangan merasa diri kita paling menderita ketika nasib kurang mujur datang menyapa.
Karena itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk senantiasa melihat orang yang berada di bawah kita dalam perkara-perkara harta dan sejenisnya, “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Solusi terbaik disaat menghadapi masalah adalah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Nasehat ini terdengar klise dan mungkin banyak yang merasa dirinya tidak mendapat perubahan apapun setelah mengadukan semuanya kepada Allah sehingga dia tetap tenggelam dalam kegundahannya, atau mungkin banyak diantara umat Islam yang memang jauh dari Tuhannya. Kita baru mengingat-Nya saat kita butuh, sedangkan disaat kehidupan baik-baik saja, kita malah melupakan kewajiban kita kepada-Nya, apalagi berbagai ajaran lainnya.
Mendekatkan diri kepada Allah tidak cukup hanya dengan Shalat lalu menadahkan tangan sambil berharap doa kita segera diijabah sehingga terjadi keajaiban yang membuat kita langsung keluar dari masalah yang membelit. Mungkin dalam beberapa situasi hal tersebut bisa terjadi, namun tidak selalu demikian. Mendekatkan diri kepada Allah juga dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarang. Mulailah pelajari agama agar kita mengetahui apa tujuan kita diciptakan dan hendak kemana kelak. Seorang muslim juga harus berpikir sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka bisa mengambil sikap dan tindakan yang tepat dalam hidupnya.
Semua aturan yang Allah turunkan (Syariat) tidak lain merupakan wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya agar hidup manusia bisa teratur dalam semua aspek. Hanya saja umat Islam banyak yang takut dengan agamanya karena propoganda yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Akibatnya mereka memilih jalan yang jauh dari petunjuk. Uniknya, ketika mereka mengalami kesusahan dalam hidup, mereka tanpa malu menyalahkan Tuhan.
Para guru agama di tingkat sekolah seharusnya juga menanamkan cara pandang hidup yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya ini sehingga murid-muridnya memiliki pondasi yang kuat dalam menjalani hidup dan semakin semangat untuk menuntut ilmu dan segala yang bermanfaat bagi kehidupan. Jika seseorang sudah memiliki cara pandang hidup yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan menjalani hidup dengan lapang. Dia tidak akan dipusingkan dengan hal-hal yang remeh temeh karena dia sudah mengetahui sesuatu yang tinggi dan mulia.
Seorang tokoh aktivis Islam Sayyid Quthb di dalam muqaddimah tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menggambarkan bagaimana bedanya hidup dibawah naungan petunjuk Allah dengan hidup dibawah petunjuk jahiliyah. Ia berkata, “Aku hidup dibawah naungan Al-Qur’an. Dari tempat yang tinggi, kulihat kejahiliahan bergelombang di muka bumi. Kulihat kepentingan-kepentingan penghuninya yang kecil tak berarti. Kulihat kekaguman mereka, pikiran-pikiran, kepentingan dan perhatiannya bagaikan anak-anak kecil. Ketika kulihat mereka, aku bagaikan seorang dewasa yang melihat permainan anak-anak kecil, pekerjaan anak-anak kecil dan tutur katanya yang pelat seperti anak-anak kecil.”
Lebih lanjut ia juga menggambarkan bagaimana sempurna, indah, lengkap dan tingginya konsepsi kehidupan dibawah petunjuk Allah. Dengan hidup di bawah petunjuk Allah (naungan Al-Qur’an) terdapat simponi yang indah antara gerak kehidupan manusia yang dikehendaki Allah dan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya. Untuk membaca lebih lengkap silahkan merujuk ke Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb.
Begitulah orang mukmin jika sudah mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka tidak akan mudah takut dan cemas dalam perkara yang saat ini banyak dicemaskan oleh umat manusia. Bagi orang beriman, apa yang direbutkan dan diperjuangkan oleh orang banyak tersebut bukanlah sesuatu berharga, melainkan hanya main-main semata. Jika sudah demikian, lantas apa yang akan membuatnya depresi sehingga memilih jalan yang tidak benar?
Sayangnya kebanyakan umat Islam sudah terpengaruh pandangan hidup yang hanya menilai kebendaan/materi sebagaimana yang dianut orang-orang di barat. Akhirnya banyak yang merasa kecewa jika memiliki wajah yang tidak tampan/cantik, tidak kaya, tidak memiliki kendaraan yang mewah ataupun Gadget keluaran terbaru. Hal ini tentunya menambah beban batin, padahal hanya untuk gaya hidup. Pandangan seperti ini tidak berlaku dalam Islam karena yang dinilai bukan pada kekayaan dan fisik yang rupawan, namun pada ketakwaan. Islam tidak melarang orang mencari dunia, bahkan mempersilahkan asalkan tidak menjadi sebab kelalaian. Harta atau keahlian yang dimiliki harus bisa bermanfaat bagi orang lain karena sebagaimana disabdakan nabi, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
Pandangan barat lain yang juga diadopsi banyak umat Islam yakni anggapan bahwa mereka berkuasa penuh atas diri mereka sendiri. Mereka memandang baik perbuatan maksiat selagi tidak mengganggu orang lain. Seorang Muslim harus menyadari bahwa apapun yang ada pada dirinya adalah titipan Allah yang nanti akan diminta pertanggung jawabannya. Jadi, jangan sampai ada yang berkata, “kan hidup saya, ngapain kamu ngatur-ngatur saya? Nerakaku bukan urusanmu dan surga belum tentu jadi tempatmu.”
Selain pandangan tentang keimanan diatas, sebenarnya ada hal receh yang mungkin bisa dijadikan seseorang alasan agar tidak bunuh diri. Ingatlah hobi yang dimiliki, misalnya bagi yang suka sepakbola, apa tidak penasaran bagaimana prestasi tim kegemarannya musim ini dan siapa pemain baru yang akan didatangkan pada bursa transfer nanti? Sementara bagi yang suka band atau musik tertentu, apa tidak ingin mendengar karya-karya baru yang akan dimunculkan oleh musisi kegemarannya? Semua itu bisa saja dijadikan alasan untuk terus bertahan hidup sebagaimana kata penggemar One Piece: “Jangan mati sebelum One Piece tamat.”
Namun bagi seorang muslim, kita mempunyai satu motivasi luhur yang berdampak baik bagi keselamatan kita di dunia dan akhirat. Karena motivasi ini, bangsa Palestina tidak mau menyerah kepada pasukan pendudukan Israel. Padahal jika kita lihat, betapa sengsaranya mereka karena kehilangan harta dan orang-orang yang dicinta. Tidak ada kepikiran oleh mereka untuk mengakhiri hidupnya. Sedangkan kita rasanya belum pernah memperoleh kepahitan selevel itu.
Karena memiliki keimanan yang kuat, mereka sadar cobaan ini hanya sementara di dunia yang begitu singkat ini. Kita hanya memperoleh jatah hidup beberapa belas atau puluhan tahun saja. Apakah karena kesusahan dalam waktu yang begitu singkat tersebut, kita malah memilih jalan pintas untuk memperoleh siksaan khusus di akhirat kelak? Tentu kita rugi berkali-kali.
Terkait saudara dan saudari yang sudah mengakhiri hidupnya, kita sebaiknya berhusnudzhan karena yang tau kebenaran tentang mereka hanya Allah. Karena begitu banyak orang yang memendam sendiri segala penderitaannya, sudah sewajarnya kita berusaha menjadi orang yang lebih perhatian lagi terhadap sesama. Dengarkanlah segala kegalauannya, bantu kesusahannya. Semoga itu dapat meringankan beban yang ditanggungnya.
Apapun ceritanya, jangan sampai bunuh diri. Kematian itu sudah pasti akan datang. Jangan pilih cara yang salah untuk menyambutnya. Pilihan yang salah memang bisa membuat seseorang terlepas dari kesusahannya di dunia, namun disambut oleh kesusahan yang lebih berat lagi di akhirat.
Terakhir, ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, “Perkara orang mukmin mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya dan bila tertimpa musibah ia bersabar dan itu baik baginya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semua akan baik-baik saja jika kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tinggal bagaimana cara kita menyikapi semuanya secara benar. (*)
Identitas Penulis :
Nama : Aryogo Adi Guna
(Ordinary People)