Padang, http://sudutlimapuluhkota.com – Sumbar Digital Conference (SDC) 2023, pada Jumat (06/10/2023) yang digelar oleh AMSI Sumbar semakin menarik pada sesi ke dua.
Dimana sesi kedua SDC mengambil tema Pemilu dan Ancaman Hoax dengan 4 orang pembicara yakni Ketua Bawaslu Provinsi Sumbar Aini, Direktur PuSako Unand Charles Simabura, Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil dan Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Abdullah Khusairi.
Ketua Bawaslu Provinsi Sumbar Aini mengatakan penyebaran hoax seringkali terjadi memasuki Pemilu 2024. Berbagai macam hoax tersebar baik untuk menjatuhkan maupun memberikan citra positif di kalangan masyarakat.
“Biasanya kandidat akan diserang seperti pelanggaran aturan kampanye, Sara, karakter kandidat, bahkan gaya hidup mereka,” kata Aini.
Baca Juga : Bahas Soal Artificial Intelligence, Pemilu dan Ancaman Hoax, AMSI Sumbar Gelar SDC 2023
Namun tidak menampik kemungkinan jika ada kandidat yang membangun citra positif dengan menyebarkan hoax yang mengklaim dirinya baik berupa prestasi maupun dukungan politik.
Aini mengungkapkan untuk mengatasi ancaman hoax ini, Bawaslu Sumbar akan terus menyebarkan informasi melalui media sosial resmi, Web PPID, dan melakukan kegiatan konferensi pers.
“Langkah ini kita lakukan agar ancaman hoax tidak merajalela di masyarakat. Masyarakat harus menerima informasi yang sesuai dengan fakta yang ada,” ujar Aini.
Baca Juga : Arif Zulkifli Ingatkan AI Harus Menjadi Motivasi Bagi Para Jurnalis
Selain itu pihaknya akan terus memperkuat pengelolaan kehumasan di semua jajaran Bawaslu serta menginisiasi MOU dan PKS dengan stakeholder terkait.
“Kita juga akan manfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, Tiktok untuk meminimalisir hoax, black Champaign, dan pengawasan digital pada kampanye mendatang,” jelasnya.
Tindakan sosialisasi juga akan digerakkan juga ke berbagai lapisan masyarakat, khususnya pada pemilih pemula. Serta membentuk kampung pengawasan partisipatif di kelurahan atau nagari.
Baca Juga : Sesi Pertama SDC 2023 Bahas Tantangan dan Peluang Artificial Intelligence
Sementara itu Direktur PuSako Charles Simabura mengungkapkan penyebaran hoax lebih mudah melalui media sosial yang sering diakses oleh masyarakat pada saat sekarang ini.
“Pada tahun 2023, dari 664 berita hoax yang beredar, sebanyak 223 berita hoax mengarah kepada politik. Hal ini membuktikan bahwa hoax ini masih merajalela di masyarakat,” ungkap Charles.
Implikasi hoax terhadap Pemilu menyebabkan distorasi kebenaran bahkan menyebabkan serangan kredibilitas penyelenggaraan pemilu, serta menyebabkan kerugian ekonomi dalam jumlah yang besar.
“Karena itu kita butuh pendidikan dan literasi digital yang baik bagi masyarakat agar persekusi tidak menjadi pilihan utama untuk menangani hoax,” jelasnya.
Berbagai upaya bisa dilakukan untuk meminimalisir hoax. Salah satunya dengan memberikan informasi pada masyarakat dari website resmi untuk mencegah penyebaran hoax.
“Kita juga harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui pendidikan Pemilu agar berita hoax ini tidak mudah tersebar begitu saja,” tuturnya.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai penyebaran hoax menjelang Pemilu justru akan mempengaruhi hak pilih warga negara, baik terhadap penyelenggaraan pemilu maupun peserta pemilu.
“Penyebaran hoax ini menjadi ancaman yang menyesarkan persepi pemilih dan menghancurkan kredibilitas peserta pemilu dan menjatuhkan integritas penyelenggaraan pemilu,” kata Fadli.
Menurut Fadli, cara efektif untuk meminimalisir berita hoax yakni dengan strategi menghasilkan konten kebenaran lebih banyak daripada konten hoax.
“Jika berita hoax beredar sepuluh, maka konten kebenaran kita edarkan tiga puluh. Itu menjadi sebuah tugas bagi media agar bisa menyikapi hoax yang beredar, apalagi mendekati pemilu,” ungkap Fadli.
Begitu juga dengan kecepatan klarifikasi berita yang benar menambah langkah dalam meminimalisir penyebaran berita hoax.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Abdullah Khusairi mengatakan ancaman hoax ini perlu disikapi dengan memproduksi berita yang memiliki kebenaran aktual.
“Jurnalis harus mencari sumber berita yang memiliki kredibilitas, bukan pada sumber yang tidak berdasar. Langkah ini bisa dilakukan untuk mengakali berita hoax yang beredar,” katanya.
Selain itu, media juga harus membuktikan bahwa medianya layak dan dapst dipercaya untuk dijadikan sunber informasi bagi masyarakat.
“Harapan kita seiring dengan kemajuan zaman, masyarakat akan lebih cerdas dalam memilah berita yang ada di media sosial, tidak termakan dengan hasutan hoax yang beredar serta mencari bukti pada sumber yang terpercaya agar angka hoax ini dapat mengecil,” tutupnya. (*)