Padang, http://sudutlimapuluhkota.com — Keterbukaan Informasi Publik menjadi fondasi penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), hak masyarakat untuk memperoleh informasi dijamin, dan setiap badan publik berkewajiban menyediakan, melayani, serta mengumumkan informasi secara cepat, tepat, dan sederhana.
Ketua Komisi Informasi (KI) Sumatera Barat, Musfi Yendra, menegaskan bahwa pelaksanaan keterbukaan informasi tidak cukup hanya berhenti pada aturan hukum. Implementasinya perlu terus dimonitor dan dievaluasi secara sistematis agar tidak sebatas pemenuhan administratif. Di sinilah peran Monitoring dan Evaluasi (Monev) menjadi instrumen penting untuk mengukur kepatuhan dan efektivitas badan publik dalam menjalankan amanat UU KIP.
“Monev bukan sekadar ajang lomba prestasi. Ia merupakan cermin bagi badan publik untuk melihat sejauh mana prinsip transparansi benar-benar diterapkan dalam pelayanan informasi,” ujar Musfi Yendra.
Baca Juga : Ratusan Badan Publik Ikuti Tahapan Presentasi Monev Keterbukaan Informasi 2025
Landasan Hukum dan Mekanisme Monev
Pelaksanaan Monev memiliki dasar hukum yang kuat. Selain UU KIP, Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 mengatur standar layanan informasi publik, sementara Perki Nomor 1 Tahun 2022 mengatur mekanisme Monev secara khusus, mulai dari indikator penilaian, klasifikasi badan publik, hingga penggunaan sistem digital e-Monev untuk pelaporan dan pengawasan.
Monev didefinisikan sebagai kegiatan terstruktur untuk memantau dan menilai pelaksanaan keterbukaan informasi publik secara periodik. Prosesnya meliputi pengumpulan data, verifikasi, dan publikasi hasil penilaian. Tujuannya bukan hanya memberi peringkat, tetapi mendorong perbaikan berkelanjutan dalam pelayanan informasi publik.
Pelaksanaan Monev di Provinsi Sumatera Barat
Komisi Informasi Sumbar telah melaksanakan Monev secara rutin selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2025, sebanyak 430 badan publik berpartisipasi, terdiri dari OPD provinsi dan kabupaten/kota, BUMD/BUMNag, lembaga vertikal, yudikatif, BPS, KPU, Bawaslu, sekolah, perguruan tinggi, hingga pemerintahan nagari.
Proses penilaian Monev tahun ini menggunakan sistem e-Monev. Badan publik diwajibkan mengunggah data dan dokumen pendukung terkait pelaksanaan keterbukaan informasi. Penilaian dilakukan melalui beberapa tahap dengan bobot: pendaftaran (10%), pengisian kuesioner (70%), presentasi (15%), dan visitasi (5%).
Sebanyak 128 badan publik telah lolos ke tahap presentasi sebagai bagian dari proses evaluasi mendalam.
Temuan dan Tantangan
Dari hasil Monev, KI Sumbar menemukan sejumlah persoalan yang perlu mendapat perhatian serius. Beberapa badan publik belum memperbarui daftar informasi secara rutin, tidak memiliki SOP PPID yang terdokumentasi, dan masih minim pemanfaatan teknologi digital. Selain itu, rendahnya pemahaman aparatur terhadap pentingnya keterbukaan informasi menyebabkan pelayanan informasi kerap terlambat.
“Temuan ini menjadi catatan penting agar Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi terkait dapat melakukan pembenahan sistematis dan berkelanjutan,” tambah Musfi.
Rekomendasi dan Harapan
Agar pelaksanaan keterbukaan informasi berjalan efektif, KI Sumbar mendorong badan publik untuk:
- Memperkuat kapasitas PPID melalui pelatihan berkala.
- Memperbarui konten informasi secara rutin.
- Menyediakan daftar informasi publik di website resmi.
- Mengoptimalkan penggunaan platform e-Monev untuk dokumentasi dan pelaporan.
- Menindaklanjuti hasil Monev setiap tahun agar perbaikan tidak berhenti pada kewajiban administratif.
Monev Sebagai Tolok Ukur Demokrasi
Musfi Yendra menegaskan, Monev bukan sekadar kegiatan tahunan untuk menentukan siapa yang paling informatif, tetapi menjadi tolok ukur kematangan demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang terbuka. Keterbukaan informasi adalah hak publik yang harus dijaga, dan Monev menjadi alat untuk memastikan hak tersebut benar-benar terpenuhi.
Melalui komitmen bersama antara Komisi Informasi, badan publik, dan masyarakat sipil, budaya transparansi dapat tumbuh menjadi bagian dari birokrasi yang sehat, memperkuat kepercayaan publik, dan mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih serta responsif terhadap kebutuhan rakyat. (TIM)