Limapuluh Kota, http://sudutlimapuluhkota.com – Taeh Baruah adalah salah satu kenagarian dari Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Kenagarian ini berada sekitar 12 KM dari Kota Payakumbuh.
Sejarah
Menurut sejarah yang dipahami oleh masyarakat Taeh Baruah, kata “Taeh” berasal dari nama pohon yang dulu banyak tumbuh di kaki Gunung Bungsu dan sekitarnya. Tapi validitas tentang sejarah ini belum dibuktikan dalam sebuah kajian yang komprehensif. Sedangkan kata “Baruah” berarti “dibawah”, yang menyiratkan berada di bawah kaki Gunung Bungsu. Inilah yang membedakan dengan Taeh Bukik yang berlokasi tepat di kaki Gunung Bungsu.. Sebelum Orde Baru, Taeh Baruah dan Taeh Bukik sebenarnya tergabung ke dalam satu Kebagarian, yaitu Kenagarian Taeh. Karena secara geografis wilayah Taeh sangat luas dan jarak antara Taeh Baruah dan Taeh Bukik cukup jauh, maka secara administrasi pemerintahanan Taeh dibagi menjadi Taeh Bukik dan Taeh Baruah.Taeh Baruah sendiri terdiri atas tiga Jorong: Parik Dalam, Dalam Koto dan Kubu Godang.
Masa pemerintahan Orde Baru, ada penyeragaman nama untuk tingkatan pemerintahan terendah yaitu “Desa”. Jorong-jorong yang berada di Taeh Baruah dijadikan sebagai Desa dengan tetap menggunakan Taeh Baruah sebagai Kenagarian dibawah administrasi Kerapatan Adat Nagari (KAN). Desa Parik Dalam, Dalam Koto dan Kubu Godang secara administrasi pemerintahan sudah terpisah. Tapi segala sesuatu yang berhubungan dengan adat yang dianut di Minangkabau, KAN tetap memiliki wewenang untuk memutuskan sesuatu keputusan, seperti masalah sengketa tanah, pengangkatan penghulu dan lainnya.
Setelah masa jatuhnya rezim Orde Baru, maka wacana kembali ke Nagari mulai didengungkan oleh pimpinan dan ninik mamak di Minangkabau. Salah satu tokoh yang cukup aktif dalam mewujudkan keinginan ini adalah putera Taeh, dr. Alis Marajo, Bupati Kabupaten Limapuluh Kota periode 1999-2004 dan 2009-2014. Dengan lahirnya UU Otonomi Daerah, Sumatera Barat menetapkan kembali ke Nagari. Kenagarian kembali menjadi sistem pemerintahan terendah di Minangkabau. Tiga desa di Taeh Baruah kembali bersatu secara administrasi pemerintahan menjadi “Kenagarian Taeh Baruah” yang pusat pemerintahannya berada di jorong Dalam Koto.
Penduduk
Mayoritas penduduk Taeh Baruah adalah keturunan Minangkabau dari rumpun Melayu. Menurut sejarah mereka dulunya berasal dari kaki Gunung Bungsu atau di Taeh Bukik sekarang. Jadi hubungan kekeluargaan antara penduduk Taeh Baruah dan Taeh Bukik masih sangat dekat. 100% penduduk Taeh Baruah beragama Islam dengan menganut falsafah Minanngkabau “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Mayoritas penduduk Taeh Baruah bekerja pada sektor Pertanian, Pemerintahan, Jasa Perdagangan dan sektor swasta. Merantau adalah kebiasaan masyarakat Taeh, sama seperti kebiasaan masyrakat Minangkabau lainnya. Mayoritas perantau berada di Jakarta, Riau, Kepulauan Riau dan Malaysia.
Bahasa
Bahasa seharai-hari yang digunakan oleh masyarakat Taeh Baruah adalah bahasa Minangkabau dengan dialek khas Taeh. Bahasa Taeh relatif agak berbeda dengan bahasa di Kenagarian tetangga seperti Simalanggang dan Mungka. Intonasi pengucapan bahasanya relatif agak tinggi sehingga ada gurauan “Lebih baik dimarahi orang Simalanggang daripada disapa orang Taeh”. Gurauan tersebut sebenarnya mencerminkan perbedaan yan mendasar dalam intonasi pengucapan antara orang Taeh dan Nagari tetangganya. Orang taeh cenderung agak tinggi intonasi berbicaranya. Beberapa kata yang khas dari taeh adalah: Indo (Tidak), Luak (Kolam), Capo (Siapa),dan Mano (Mana).
Makanan Khas
Tapai (berbahan baku beras merah) dianggap makanan khasnya Kenagarian Taeh Baruah. Walaupun bukan satu-satunya Nagari yang membuat Tapai, kelezatan Tapai Taeh Baruah sudah terkenal di Sumatere Barat. Sehingga ada ungkapan “Tapai po, ndo mani ndo jadi” artinya tawaran memakan tapai, kalau tidak manis tidak usah dibeli.