Payakumbuh, http://sudutlimapuluhkota.com – Edukasi Adat Sumbang 12, filosofi adat yang mengagumkan mengudara dalam program Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Radio Safasindo 98.2 FM pada hari Minggu, (15/10/2023), jam 10 pagi sampai jam 12 siang. Acara ini mendapat sambutan yang hangat dari pemirsa Radio Safasindo 98.2 FM. Dengan penyiar kak Aya yang ceria dan narasumber berkompeten ibu Hj. Refni Elita, S.Pd yang merupakan Ketua Bundo Kandung Nagari Koto Nan Godang.
Sumbang 12 atau Sumbang Salah 12, secara definisi dapat dibagi dua 2 yaitu sumbang dan salah. Sumbang diartikan sebagai sesuatu pekerjaan atau pola perilaku yang kurang tepat yang akan menimbulkan penilaian negatif terhadap pelakunya. Salah didefinisikan perilaku yang melanggar aturan hukum dan agama. Jadi Sumbang 12 adalah suatu aturan atau norma yang berisi tatakerama bagi kaum wanita khususnya dan masyarakat secara umum dalam masyarakat Minangkabau untuk menjaga agar kaum perempuan tersebut mampu menjadi sosok wanita yang berkepribadian baik, ibu yang baik, berkualitas, tangguh dan sekaligus mampu menjadi guru pertama dan suri teladan yang baik dalam keluarga dan masyarakat. Jadi Sumbang 12 ini bertujuan menjadi pedoman aturan hidup wanita terutama anak Gadis Minang agar hidup selamat dan nyaman. Sumbang 12 adalah pendidikan karakter atau akhlak yang harus ditanamkan dari Kecil. Sesuai dengan konsep Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK).
Realitasnya, pendidikan adat Sumbang 12 ini sudah semakin hilang ditelan waktu terutama sejak mata pelajaran Budaya Adat Minangkabau (BAM) ditiadakan dalam pendidikan nasional. Anak Minang yang santun semakin kehilangan jati dirinya. Tergerus oleh modernisasi zaman yang lebih mengedepankan metarialistik dan individualisme. Begitu juga peran Tungku Tigo Sajarangan( Alim Ulama, Cerdik Pandai, dan Ninik Mamak) semakin hilang perannya dalam membimbing anak kemanakan.
Oleh demikian, Bundo Kandung, Bu Upik Refni Elita mencoba memainkan peran beliau sebagai Bundo Kandung agar Sumbang 12 ini bisa kembali di hayati dan diaplikasikan dalam masyarakat Minangkabau. Bundo sangat aktif berkegiatan di masyarakat, diantaranya adalah sebagai Ketua Badan Penyantun Yarsi, Ibnu Sina Kota Payakumbuh, pengurus Masjid Gadang Koto Nan Godang dan Pengurus Aisyah Kota Payakumbuh.
Sumbang 12 terdiri dari 12 tatakerama yang mengedepankan rasa malu dan timbang rasa yang merupakan hiasan bagi seorang perempuan, yaitu:
• Sumbang Duduak (Duduk)
Tatacara duduk yang sopan bagi perempuan Minang adalah bersimpuh, bukan bersila macam laki-laki, apalagi mencangkung atau menegakkan lutut. Ketika duduk di atas kursi duduklah dengan menyamping, rapatkan paha. Jika berboncengan jangan mengangkang.
• Sumbang Tagak (Berdiri)
Berdiri ditempat yang aman dan dilarang berdiri di depan pintu atau di tangga. Berdiri di tepi jalan atau dihalaman rumah orang juga dilarang sekiranya tanpa alasan yang jelas karena akan menimbulkan kecurigaan orang lain.
• Sumbang Diam (Tempat Tinggal)
Ini adalah aturan bagi seorang perempuan yang tinggal/menginap, baik di rumah sanak saudara ataupun teman yang tidak sedarah. Bentuk perilaku menginap yang sumbang bagi perempuan Minang antara lain serumah dengan laki-laki bukan mahram serta tinggal di tempat yang tidak bermoral dan berdampak buruk baginya.
• Sumbang Bajalan (Berjalan)
Ketika berjalan, perempuan Minang harus berkawan, paling kurang dengan anak kecil. Jangan berjalan tergesa-gesa apalagi melenggang-lenggok. Jika berjalan dengan laki-laki berjalanlah di belakang. Jangan menghalagi jalan ketika bersama dengan teman sebaya.
• Sumbang Bakato (Perkataan)
Perempuan di Minang hendaknya berkata dengan lemah lembut, pelan-pelan, sedikit-sedikit agar mudah dipahami maksud dari perkataannya, jangan berbicara terburu-buru.jangan menyela atau memotong pembicaraan orang lain, dengarkanlah terlebih dahulu hingga selesai.
• Sumbang Caliak (Memandang)
Kurang elok dipandang mata apabila seorang gadis Minang menantang pandangan lawan jenis, alihkanlah pandangan tersebut dengan menunduk atau melihat kebawah. Dalam perbincangan juga dilarang sering melihat kea rah jam dan juga dilarang memandang seseorang yang baru dikenal dengan pandangan yang aneh serta mencurigakan.
• Sumbang Pakai (Pakaian)
Perempuan Minang jangalah menggunakan baju yang sempit dan tembus pandang. Jangan sampai bagian-bagian tubuh tampak dari luar atau bahkan sampai terangkat keatas dan kebawah.
Gunakanlah baju yang longgar, serasi dengan kulit dan kondisi serta elok dipandang oleh mata.
• Sumbang Bagaua (Pergaulan)
Dalam pergaulah, gadis Minang janganlah berteman dengan kelompok laki-laki yang tidak ada satupun wanita didalamnya. Jangan bergaul dengan anak kecil, apalagi ikut permainan mereka. Peliharalah lidah dalam bergaul, ikhlaslah dalam menolong agar elok hubungan kita dengan teman.
Serta apabila laki-laki dan perempuan bergaul bebas walaupun sesuku atau ‘ badunsanak’ . Tetap menjaga batas-batas pergaulan juga tidak berlebihan dalam berteman.
• Sumbang Karajo (Pekerjaan)
Apabila perempuan melakukan pekerjaan laki-laki seperti memanjat pohon. Seorang perempuan harus pandai menyikapi dan mengukur kemampuan sebelum masuk ke dunia pekerjaan sesuai dengan agama dan adat.
• Sumbang Tanyo (Bertanya)
Perempuan Minang jangan bertanya untuk menguji padahal sudah tahu apa jawabannya. Kalau ada yang dipertanyakan, simaklah terlebih dahulu pembahasan hingga selesai, kemudian baru tanyakan yang dirasa kurang dimengerti dengan Bahasa yang baik dan sopan.
Serta apabila menanyakan sesuatu yang tidak penting dan terkait orang lain ‘kepo’. Harus berhati-hati dalam bertanya karena bisa menimbulkan salah pengertian atau fitnah.
• Sumbang Jawek (Menjawab)
Ketika hendak menjawab pertanyaan, gadis Minang hendaknya menjawab dengan jawaban yang tepat serta logis dan berikanlah jawaban dengan Bahasa yang baik dan sopan.
• Sumbang Kurenah (Perilaku)
Perempuan Minang dilarang berbisik-bisik saat sedang bersama-sama. Jangan menutup hidung ketika berada dikeramaian. Jangan tertawa diatas penderitaan orang lain, apalagi hingga terbahak-bahak. Jika bercanda, secukupnya saja. Jagalah kepercayaan orang lain, jangan seperti musang yang berbulu ayam.
Serta sikap yang tidak disadari bisa menyinggung orang lain. Apabila ada seseorang datang ke sesuatu kelompok dan kelompok itu langsung bubar. Itu akan menyinggung orang tersebut, sebaiknya orang tersebut disapa dengan baik dulu baru kemudian bubar. Wanita harus memikirkan timbang rasa atau empati dalam bergaul.
Sesungguhnya Sumbang 12 ini adalah merupakan penghormatan terhadap harga diri anak gadis Minang yang santun, penuh empati dan bermartabat. Melihat bertapa tingginya nilai Sumbang 12 ini, Bundo Kandung Hj. Refni Elita berharap edukasi adat Sumbang 12 ini bisa menjadi program andalan dalam pendidikan karakter di sekolah dan di masyarakat agar membentuk pribadi yang baik dan nyaman selaku masyarakat Minangkabau khususnya dan rakyat Indonesia umumnya untuk NKRI yang kita cintai ini. Bundo siap menjadi pembimbing bagi yang membutuhkan. (HYT)